Aku batu muntahan
gunung
Menggumpal bersama
hawa panas dan percik api
Menggelinding deras,
tak punya pilihan di mana bakal berhenti
Meluncur tak terkendali
menerjang apa saja
yang tak sanggup menghindar
Semakin padat,
semakin mempat, keras dan hitam
Hingga akhirnya di
sini aku,
teronggok di tengah
sungai yang berair keruh
Tak ada pilihan
Juga ketika pemecah
batu menaksir-naksir kerasku,
mengayunkan martil
agar aku tak lagi bongkahan batu
Tak ada pilihan,
setelah ini apa aku
masih batu?
Pematung mereka-reka
sebagian aku :
membentuk dan menghaluskan,
membubuhkan warna-warna pelangi
Bagai bidadari aku siap berdiri
anggun,
menantimu menjemput dan membawaku
pergi
Dhenok
Kristianti, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar