Kamis, 23 April 2015

AKHIR PERMAINAN CATUR

Nyaris usai permainan catur
Pias wajah raja hitam, nafasnya terengah
Jubah yang menyentuh tanah menghalangi langkah,
mahkota susun tiga memberat di kepala
Tergempur dua benteng,
terkapar dua kuda :
            satu dengan trisula tertancap di dahi,
            satu dengan anak panah menyudahi aliran nadi
Selangkah ke kiri, raja meringkuk di punggung menteri
Astaga! Peluncur terakhir dalam bahaya,
sementara pion-pion  ditumbalkan pada awal percaturan

Aroma panik mengental di arena adu,
menjalar di antara kengerian raja pada tampuk yang mesti ditinggalkan,
dan kerisauan menteri yang bakal kehilangan gelar pahlawan
Kenapa menyerah selalu berarti kalah?
Kenapa kalah berarti aib yang tak kunjung punah?
Kepongahan tanpa batas, tak pantas dibayar regangan nyawa,
            lebih lagi pion-pion dan para perwira,
            sesungguhnya membenci angkara di medan laga
            dan anak istri, tak sepenuhnya rela melepas perginya

Permainan catur benar-benar usai
Menteri yang perkasa terjegal di langkah terakhir
Raja terbunuh, kengerian berikutnya menyergap di ujung ajal :
            Arwah sekian pion sekian perwira,
            menanti dengan tanya yang tak ingin dijawabnya :
                        “Mengapa dalam permainan catur,
hanya nyawa Paduka yang punya harga?”


Dhenok Kristianti, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar