Kau perangkap aku
dalam candu puisi-puisimu
hingga tak mampu
berkata
Nafas mesti kuhemat,
juga detak jantung
agar tersisa untuk
pengembaraan yang melingkar-lingkar
Alangkah dingin hari
saat tiba di depan tiga kastil kembar
Kastil yang
kautunjuk mengarah ke taman Eden,
atau ke pematang
licin yang entah berakhir di mana,
atau ke hatiku yang bergumam,
“Putra samudera!”
Pilihlah satu kastil
dengan mata terpejam,
sebab teka-teki
selalu mendebarkan
Semoga kastilmu
itulah kastilku
Di sana ada ruang
opera, begitu luas dan primpen
Di sudutnya bisa
kita sembunyikan mata sipit milik berdua,
juga kecerdikan naga
dalam darahmu dan darahku,
yang susah payah
kita ingkari dari waktu ke waktu
Suatu hari candu
puisimu kuat mencengkeram
Di depan papan catur,
betapa merisaukan langkahmu!
Sadarilah, sedang
kauhadapi sang maestro,
dalam pertandingan
yang sungguh mendebarkan
Hei, Putra Samudera,
taktikmu selalu terbaca
Meski bidak-bidak
kau gerakkan ke arah tak terduga,
ia selalu punya cara
menaklukkan keras kepalamu
Barangkali kau harus
melarikan diri dari permainan,
sebab bersiasat
sungguh bukan duniamu
Bersembunyilah menghindar
dari kekalahan
di tempat paling aman,
di balik candu kata-kata, dalam puisimu!
Dhenok
Kristianti, 2012
ternyata ada juga yang candu puisi...
BalasHapusmantap gan puisinya...
Wow...terima kasiiih...!
Hapus