Bara terserak di
sepanjang jalan kehidupan
Kita mesti waspada!
Melompat-lompat
menghindar walau sering gagal
Belum sembuh kulit melepuh,
kaki-kaki tak
beralas kembali terantuk,
terjatuh kita di
atas bara menumpuk!
Panasnya api, pedihnya
luka-luka,
terasa nyeri hingga di
pusat jiwa
Bara apa yang tak
henti memanggangmu?
Permainan takdir
yang tergurat di telapak tangan,
ataukah kausulut
sendiri dalam kegilaan atas kegilaan?
Kemiskinan
melengketkan usus anak-anakmu
Kekayaan melambungkan
kepongahan dan segenap gelojoh
lalu membantingmu di
jurang tergelap!
Bisa jadi iri dan
dengki adalah bara yang membakar hati
atau dendam, atau rakus,
atau cinta diri tak terperi
nafsu dan angkara yang
menghanguskan,
bagaimana
melewatinya?
bagaimana?
Barangkali kita
mesti berbalik arah!
Lari cepat ke
asal-muasal, ke muara!
Rendam kaki yang
luka, nikmati sembuhnya
Siapkan juga galon-galon,
isi dengan air mata
Jika waktu untuk
berangkat kembali tiba,
siapa tahu hamparan bara
api dapat kita padamkan
dengan
air mata, dengan segenap pengakuan!
Dhenok
Kristianti, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar