Pada
Sang Durga ia bawa bokor
tembaga,
darah
amarah
Air suci dari
ketujuh sendang,
dan kembang tujuh
rupa dari ketujuh rasa tuba,
ia taburi dengan
dendam berwarna jelaga
Ø
Ibu
Ratu Alam Barzakh, lihatlah
hatiku yang memar!
Mereka menggodamnya tiada henti
Racun yang menetes-netes dari mulut,
mereka
cipratkan ke ulu hati
Belati di mata ditancapkan bersama angkara
dan kemurnianku diceburkan dalam
sumur pengkhianatan
Telah kupinta maaf untuk yang
bukan salahku
Kupinta ampun untuk yang bukan
lakuku
Kujumpai
wajah-wajah kaku
mengeras,
bibir-bibir mencibir, mata
terbakar bara
terbakar bara!
Udara terhenti
Sakit ini serasa abadi
Ibu Ratu Alam Barzakh, Penguasa kegelapan, Dewi
Durga
Bukalah pintu ke padang-padang pembalasan
Kedangkan tanganmu, beri aku jalan, juga kekuatan
sebab kuputuskan : harus ditumpas
setiap keangkuhan!
Ia gerai rambut di
hadapan Sang Durga
Bunga tujuh rupa
warna jelaga
ditaburkan dalam
tari puja yang liar menghentak
Saatnya darah dalam
bokor ia siramkan ke kepala
keramas di malam
buta, mendesak Durga mengabulkan pinta
Bumi berdebum
berdentam-dentam
Penguasa Kegelapan
muncul dengan sisa tangis di mata
Ia tembangkan
lagu kematian
alunan rintih yang
dibencinya,
tapi harus ia
nyanyikan dalam tarikan
napas panjang
Ø
Anakku,
kelam hatimu seperti kegelapan tahtaku
Aku
membaui anyir darah di sekelilingmu
Aku
saksikan bercak luka di hatimu
Aku
dengar erang raungmu :
dirusak ganti merusak,
ditindas ganti menindas,
dipanggang ganti memanggang!
Betapa tungku perapianku
berkobar seketika
ia tahu, hanya api mampu
meleburkan segala
Takkah kau rasakan, betapa
menyakitkan mengabulkan doa?
Doa yang dilandasi amarah dan
dengki
Doa-doa gelap yang tertuju lurus
hanya ke tahtaku
Akulah Durga, penguasa kegelapan,
pemilik tungku peleburan
Bukan mauku mencelakai musuhmu,
tapi hatimu sendiri yang kelam
Menaburlah sesukamu, asal jangan
kausesali tuaianmu!
Pembalasan! Pembalasan!
Pembalasan menjerumuskan manusia
dalam putaran karma
Tapi jika tak terbelokkan hasrat
kesumatmu,
akan kubuka pintu-pintu ke padang
pembalasan
Aku di sini, menggigil
di depan bokor
sesaji
2013, Dhenok Kristianti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar