Andaikata cahaya mentari
dapat kita belokkan,
ayo arahkan ke sini
saja :
ke
rumah-rumah kita,
ke bentangan sawah milik kita,
ke baju dan kasur yang kita jemur,
ke ladang-ladang yang baru saja kita
tanami,
ke semua tempat yang adalah punya
kita
Jangan sampai panas
sinarnya memancar ke arah mereka,
sebab mereka bukan
siapa-siapa, sebab mereka manusia ‘hanya’
Di sini semburat
sinar dinyanyikan ditarikan,
dirias dalam syukur
atas panen dan kehidupan
Di sana siapa tahu
kilau cahaya hanya membuat silau,
sebab kemilau surga
terlalu mewah bagi mereka
Andaikata udara
dapat kita kendalikan,
ayo bagikan hanya di
antara kita saja
Di sini udara yang
terhirup, terembus sebagai napas harum,
menggugurkan
bunga-bunga musim panas,
hingga bumi penuh
keindahannya
Di sana siapa tahu udara
terembus sebagai napas busuk
membanjirkan endapan
lumpur kotor dari rawa-rawa dan kubangan,
sebab hanya itu mereka
punya
Andaikata sulit
mengubah arah mentari,
petik saja dan
kurung di sini,
agar selamanya
tinggal bersama kita, selalu menyinari
Andaikata sulit
mengendalikan aliran udara,
jaring saja dan
tampung di sini,
agar selamanya
bernapas lega, selalu dihidupi
Seandainya tak bisa
juga,
kita sesah saja
mereka,
kita usir segerombol
manusia ‘hanya’
Sampai tak ada lagi
mereka
Sampai tak ada lagi
di sana
Sampai hanya kita
yang ada
Sampai mentari dan
udara hanya di sini adanya
Andaikata sulit
juga,
dan mentari tetap
membagi rata panasnya,
dan segala penjuru
tetap dialiri udara,
dan kita tetap tak
rela,
bisa apa kita selain
merobek-robek jubah?
Menaburkan abu ke
kepala,
lantas memukul dada
sendiri,
tewas dalam amarah
dan dengki
Kita tak pernah mau
mengerti :
jika
tak ada mentari, jika tak ada udara
mereka
memang tak ada di sana,
tapi
malangnya….
kita
pun juga tak ada di sini!
2012,
Dhenok Kristianti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar