Selasa, 28 April 2015

DRAMA SATU BABAK (Dari pentas ‘Kebebasan Abadi’, mengenang Masroom Bara)


Aku Meutia
Dalam pementasan ini dirimu sutradara aku primadona
  
Di sisi luar kelokan alur yang berarus deras
di balik panggung yang layarnya telah diturunkan,
kita sepakat menemukan kebebasan abadi
Semula kita cari pada drama yang kausutradarai,
lantas pada cinta yang kauredam dalam kilatan mata
“Kebebasan abadi ada dalam kematian,” ujarku
“Tidak. Ia ada pada rasa. Rasa tak bisa dipenjara,” bantahmu

Bertaruh kita, beradu cepat meraihnya
Aku Meutia, percaya pada kematian yang membebaskan
Maka dalam drama sebabak ini,
menghabisi dan dihabisi kulakukan tanpa beban
“Pakai rasa! Tanpanya drama tiada guna!” teriakmu
Aku patuh. Membangkitkan kemarahan dan cinta,
kasih dan dendam, kelembutan dan keangkuhan,
kesadaran hati dan kepongahan diri
Maka tersedotlah aku dalam kubangan rasa
Benarkah katamu, di sana kebebasan abadi berada?

Tidak!
Ada banyak rasa tabu yang harus dibelenggu
Cinta dan kebencian yang tak pantas,
Bagaimana membebaskannya?
Aku Meutia, tetap yakin kebebasan abadi di seberang dunia
Dan kita pun kembali mencari, tak usai-usai
Hingga kemudian dirimu lebih dulu sampai

Dengan berani lorongnya kaumasuki
sementaara aku kelelahan merayap ke arah yang sama
Maka pertaruhan kita berhenti di sini
Seandainya benar kini kautemukan kebebasan abadi,
mengakulah kalah
Ya, meski dirimu lebih berhak atas pending emas kemenangan,
sebab lebih dulu mencapai yang tak henti kita cari
: kebebasan abadi!


2013, Dhenok Kristianti



Tidak ada komentar:

Posting Komentar