Aku Meutia
Dalam pementasan ini
dirimu sutradara aku primadona
Di sisi luar kelokan
alur yang berarus deras
di balik panggung yang
layarnya telah diturunkan,
kita sepakat menemukan
kebebasan abadi
Semula kita cari
pada drama yang kausutradarai,
lantas pada cinta
yang kauredam dalam kilatan mata
“Kebebasan abadi ada
dalam kematian,” ujarku
“Tidak. Ia ada pada
rasa. Rasa tak bisa dipenjara,” bantahmu
Bertaruh kita, beradu
cepat meraihnya
Aku Meutia, percaya
pada kematian yang membebaskan
Maka dalam drama
sebabak ini,
menghabisi dan
dihabisi kulakukan tanpa beban
“Pakai rasa!
Tanpanya drama tiada guna!” teriakmu
Aku patuh. Membangkitkan
kemarahan dan cinta,
kasih dan dendam,
kelembutan dan keangkuhan,
kesadaran hati dan kepongahan
diri
Maka tersedotlah aku
dalam kubangan rasa
Benarkah katamu, di
sana kebebasan abadi berada?
Tidak!
Ada banyak rasa tabu
yang harus dibelenggu
Cinta dan kebencian
yang tak pantas,
Bagaimana membebaskannya?
Aku Meutia, tetap
yakin kebebasan abadi di seberang dunia
Dan kita pun kembali
mencari, tak usai-usai
Hingga kemudian
dirimu lebih dulu sampai
Dengan berani lorongnya
kaumasuki
sementaara aku kelelahan
merayap ke arah yang sama
Maka pertaruhan kita
berhenti di sini
Seandainya benar kini
kautemukan kebebasan abadi,
mengakulah kalah
Ya, meski dirimu lebih
berhak atas pending emas kemenangan,
sebab lebih dulu
mencapai yang tak henti kita cari
: kebebasan
abadi!
2013, Dhenok Kristianti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar