Dalam
hitunganku semestinya malam belum lagi tiba
tapi gelap
merebak di penjuru kota
Kau tahu,
sedang kusiapkan bekal untuk berangkat
tapi tanpa
cahayamu mana bisa aku melihat?
Ingin kubawa
wajahku, tapi hanya kutemukan sebentuk topeng!
Ingin kubawa
hatiku, tapi hanya sebongkah batu!
Ingin kubawa
hasil tanganku, tapi keranjang ini masih hampa!
Mestikah aku
berangkat juga karena lonceng bergema dua belas kali?
Tapi tanpa
bekal aku jadi kecut, aku jadi sangsi
Tunggulah
sebentar,
kucari dulu yang
memang wajahku
Tunggulah
sebentar,
sampai
kujelmakan cinta di keras hatiku
Tunggulah
sebentar,
biar kupotong
tanganku dan kuberikan pada tetangga sebelah
kudengar
anaknya hampir mati karena bapa-ibunya menyuapi dengan sampah
Tunggulah
sebentar!
(Hei, masihkah
kau sabar?)
Dhenok Kristianti, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar